Pages

Labels

Sabtu, 17 Agustus 2019

Sekularisme

Sederhananya sekularisme merupakan bentuk pemikiran yang memisahkan antara aspek keagamaan dan realitas kehidupan dunia. Syed Naquib al-Attas (1978) berpendapat bahwa sekularisme terdiri dari beberapa unsur yaitu “Menyakini kekuatan akal dalam membimbingnya mengarungi kehidupan; kepercayaan terhadap dualisme, mengenai realitas dan kebenaran; penegasan akan sisi fana kehidupan sebagai realitas yang memancarkan pandangan alam (worldview); menerima humanisme; kepercayaan yang mutlak akan peranan manusia dalam dunia.”

Dalam perspektif sejarah sekularisme lahir atas kevakuman dan kemandegan perkembangan ilmu pengetahuan dan rasionalitas peradaban barat akibat pengaruh dogmatisasi gereja selama abad kelima sampai lebih kurang abad kelima belas masehi. Sintesa dari masa kegelapan (the dark ages of europe) ini membawa peradaban barat kepada “renaissance” atau “rebirth” untuk kembali kepada falsafah materialistik yunani dan romawi kuno. Di lain sisi semangat renaissance ini juga hadir atas hegemoni Islam yang mulai mendominasi dunia baik secara politik (Turki Usmani, Mameluk) selama Perang Salib sampai penaklukan Romawi timur dan kerajaan-kerajaan di wilayah Balkan; Andalusia di selatan Iberia; dan ketertingglan secara ilmu pengetahuan. Sehingga istilah “reconquesta” (penaklukan kembali) juga sepaket dengan semangat renaissance.

Perbedaan mendasar antara barat dan Islam dalam memandang falsafah dan ilmu pengetahuan adalah peran dari sisi ketuhanan dalam kehidupan. Worldview barat menekankan pada aspek antroposentrik dan materialistik yang menihilkan kehadiran tuhan dalam fenomena alam semesta. Dengan demikian manusia tidak lagi menganggap alam sebagai sesuatu kejadian yang suci, sehingga membolehkan manusia untuk bertindak bebas terhadap alam dan memanfaatkannya mengikuti selera keperluan dan rancangannya.

Sebaliknya cara pandang falsafah ilmu Islam menekankan kepada aspek ketuhanan bahwa tiap-tiap fenomena alam semesta dan realitas kehidupan manusia merupakan bentuk kebesaran dan kuasa dari Allah SWT (buka Ayat 164, al-Baqarah). Manusia diserukan untuk dapat berlaku adil dalam menjaga dan memanfaatkan alam semesta, bukan merusak atau atau mengeksploitasinya.

Singkat kata, sebagai efek dari penjajahan dunia timur selama abad ke17 sampai abad 20 berbanding lurus dengan westernisasi yang membawa sekularisme dan liberalisme. Syed Naquib al-Attas (1978) mengkritisi perilaku cendekiawan muslim yang berlomba-lomba mengadopsi pemikiran sekuler dan liberal serta mengajukan justifikasi dari dalil-dalil Islam. Al-Attas memformulasikan jalan keluar atas dilema ini dengan menyerukan lagi secara ilmiah dan matang untuk kembali kepada asas worldview Islam yang kokoh, serta menjadi alternatif atas dalam mengatasi dampak destruktif dari pengaruh westernisasi. Perrlu dicatat, sejarah menuliskan bahwa Islam dan teosentrik ilmu pengetahuannya pernah membawa suatu masyarakat yang terbelakang menjadi tercerahkan dan mendominasi peradaban dunia di masanya. Sebaliknya dogmatisasi gereja katolik malah membawa kemunduran Eropa pada masa kegelapan dan mensintesa peradaban barat dengan sekularisme.
.
Namun pada masa kini, marilah saya dan kita semua bercermin, apakah ketinggian nilai Islam itu setara dengan pribadi kita? Apakah hukum Allah dan perintah Rasulnya masih menjadi dasar dalam menjalani kehidupan? Masih banyak terjebak dalam perbedaan khilafiyah, furu’iyah, dsb. Mari bercermin dan memulai berbenah mulai dari diri sendiri. Wallahua'lam.

0 Coment:

Posting Komentar