Semakin hari demokrasi kampus
semakin berkualitas, selenggaraan pemira yang baru sejenak kita lewati adalah
contoh kedewasaan dan kesadaran politik mahasiswa. Hampir 30% dari 25.000 orang
mahasiswa Universitas Riau menggunakan hak pilihnya dalam pemira kali ini,
meningkat ketimbang pemira sebelumnya. Meskipun masih belum ada survey,
hipotesa awal meningkatnya partisipasi mahasiswa dalam pemira kali ini, adalah
dampak dari kemajuan kelembagaan mahasiswa se-Universitas (BEM dan UKM),
keberhasilan dari Badan Eksekutif Mahasiswa universitas dan fakultas, dalam
merumuskan program dan kegiatan yang memang sesuai dengan selera publik. Ini
adalah hal positif yang harus apresiasi dengan sudut pandang objektif dan optimis
untuk kemajuan Universitas Riau.
Dalam sebuah komunitas intelektual
dan akademik, yang nilai-nilai rasionalitas, keilmiahan, dan empiris sangat
dijunjung tinggi, modernitas/pembaharuan menjadi suatu keniscayaan yang akan
selalu ditemui dalam tiap perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan. Sikap
skeptis kepada inovasi jarang sekali ditemui dalam masyarakat intelektual,
dikarenakan umumnya pemikiran kaum intelektual lebih terbuka dan mudah menerima
pembaharuan dan inovasi. Penerapan produk keilmuan dalam perguruan tinggi,
berupa teknologi inovasi yang menekankan kepada efektivitas dan efisiensi
kerja, merupakan hal yang lumrah dan sering dijumpai pada perguruan tinggi yang
telah maju. Oleh karena itu, perubahan mekanisme pemilihan raya mahasiswa dari
manual menjadi electronic vote sebenarnya
bukan lagi barang baru lagi, beberapa universitas telah lebih dahulu
menggunakan sistem e-vote dalam suksesi
kepemimpinan.
E-voting juga
telah diperkenankan menjadi salah satu metode pemberian suara oleh Mahkamah
Konstitusi (MK) dalam amar Putusan Nomor 147/PUU-VII/2009. Disamping keputusan
MK tersebut, penggunaan TIK dalam pemilu juga telah mendapatkan landasan hukum
yang kuat dengan telah diberlakukannya UU Nomor 11/2008 yang mengatur tentang
informasi dan transaksi elektronik (ITE), di mana dalam UU ITE pasal 5
disebutkan, informasi elektronik atau dokumen elektronik dan hasil cetaknya
merupakan alat bukti hukum yang sah. Wacana Pemilu elektronik ini sebenarnya
telah lama digulirkan, Keputusan MK tersebut memberi jalan untuk Pemilu
Elektronik pada tahun 2014 yang harus diawali dengan selesainya Single
Identity Number (SIN) yang diintegrasikan dalam e-KTP untuk seluruh penduduk Indonesia yang direncanakan selesai
pada tahun 2011, namun karena belum tuntasnya program tersebut, pemilu nasional
batal terapkan pemilu elektronik.
Tentunya adalah suatu keniscayaan,
teknologi rekapitulasi suara berbasis elektronik suatu saat akan digunakan pula
oleh Negara untuk mengefisiensikan pelaksanaan demokrasi dan menekan biaya
penyelenggaraan. Ditambah lagi faktor perumbuhan penduduk yang akan berdampak
terhadap peningkatan daftar pemilih tetap, dan makin merumitkan proses
pelaksanaan pemilu. Sistem e-vote adalah solusi untuk proses demokrasi masa
depan.
Apresiasi terhadap pelaksanaan
pemira mahasiswa Universitas Riau 2014 yang menerapkan sistem e-voting, secara umum pelaksanaan pemira
sukses, meskipun masih terdapat kekurangan, suatu hal wajar dalam suatu
selenggaraan Pemilihan Umum, sebagaimana di level nasional Komisi Pemilihan
Umum (KPU) tak luput dari suara-suara sumbang. Adalah hal bijak, bagi seorang
intelektual dalam menilai sesuatu berangkat dari sudut pandang positif terlebih
dahulu. Bangsa kita butuh kepercayaan dan optimisme, dan semangat tersebut
harus dimulai dari dalam kampus dengan para aktivis yang memiliki integritas
dan kedewasaan berpikir. Mari kita kurangi purbasangka (prasangka), kecurigaan
yang akan selalu hambat langkah bangsa ini untuk maju.
0 Coment:
Posting Komentar