Pendidikan adalah hal yang sangat fundamental
dalam kehidupan manusia. Melalui sentuhan pendidikan akan diukir sosok-sosok
manusia dengan bermacam-ragam karakter, keahlian, dan kemampuan, yang akan
mengisi kehidupan di masa yang akan datang. Sudah menjadi wawasan umum bahwa
ada berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia, dari faktor
keluarga sampai kehidupan sosial di masyarakat. Hal ini merupakan salah satu
bagian dari keseluruhan aspek integral yang mempengaruhi pendidikan, jadi bukan
hal yang salah bila ada anggapan bahwa tingkat kemapanan sosial di masyarakat
berpengaruh terhadap pendidikan, karena memang aspek sosial mampu menjadi
representasi keadaan dan kecendrungan masyarakat.
Akibat
pengaruh globalisasi,
hasil pendidikan dewasa ini cenderung menjadikan manusia yang lebih
mementingkan kehidupan pragmatis, hedonis, dan materialis. Keadaan sosio-masyarakat mengalami
perubahan, baik secara psikologis maupun secara sosial, masyarakat cenderung
individualistik dan memiliki tingkat sosial
responsibility yang rendah, ditambah
lagi dengan menurunnya kesadaran nasional, kearifan lokal dan budaya. Sampai
klimaksnya menyebabkan masyarakat Indonesia kebanyakan menjadi masyarakat
anti-sosial, materialis, hedonis dan pragmatis. Generasi muda yang menjadi
output pendidikan pun tak luput dari pengaruhnya, karakter sebagai seorang
Indonesia, yang berjiwa timur, lekat dengan budaya kesopan-santunan
perlahan-lahan telah beralih dengan pengaruh budaya barat, hal ini ternyata
tidak mampu ditanggulangi melalui sistem pendidikan formal-konvensional.
Dalam satu dekade ini, pemerintah sudah
tiga kali melakukan revisi terhadap kurikulum pendidikan nasional, bahkan
perubahan kurikulum pendidikan nasional sudah banyak sekali terjadi mulai dari Kurikulum 1968, Kurikulum 1975,
Kurikulum CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif - Tahun 1984), Kurikulum 1994 dan
Suplemen Kurikulum 1999, Kurikulum Berbasis Kompetensi (Tahun 2004),
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Tahun 2006), Kurikulum dan Pendidikan
Berkarakter (Tahun 2013)
satu sisi perubahan-perubahan yang dilakukan pemerintah merupakan hal yang
wajar karena tentunya tuntutan perubahan zaman yang dinamis akan terus
disesuaikan dengan kurikulum pendidikan, masa tahun 1968 tidak akan sama dengan
keadaan sosio-masyarakat di tahun 2014.
Satu sisi lagi kita juga tidak boleh menafikan bahwa kurikulum pendidikan
nasional merupakan produk pemerintah (penguasa). Namun, sekarang
profesionalitas dalam mengelola pendidikan nasional sudah bisa diberikan
acungan jempol, karena semua stakeholder dalam instansi pendidikan berupaya
keras mencari format/ramuan yang pas bagi pendidikan di Indonesia, bukan lagi
seperti dulu, ketika pendidikan hanya menjadi alat pemuas dan proyek titipan
penguasa. Walau kerja pemerintah dalam menemukan format kurikulum yang tepat
masih belum efektif dan memuaskan.
Terlepas dari apapun isu kurang sedap
mengenai Kurikulum 2013 berbasis Karakter mulai dari proyek titipan dan kondisi
tenaga pendidik yang belum siap. Ada semangat awal yang patut kita
apresiasi yaitu mengembalikan tujuan
pendidikan untuk menjadikan budaya dan karakter sebagai seorang Indonesia.
Selama ini produk pendidikan konvensional yang berorientasi kepada
capaian-capaian kognitif dan pemahaman siswa ternyata tidak mampu menjawab
kebutuhan sumber daya manusia yang sesuai dengan keadaan bangsa pada hari ini.
Keterpurukan moral remaja, dan degradasi budaya masih terus terjadi meski dalam
kurikulum telah dimuat mata pelajaran moral (PPKn dan Agama), maupun mata
pelajaran muatan local (bahasa daerah dan kesenian), karena memang porsi yang
diberikan kepada dua mata pelajaran itu relative sedikit, problematika remaja
memang adalah suatu dampak integral dari kondisi bangsa yang carut-marut. Tapi,
kenyataanya di saat kepercayaan dan harapan itu memudar, hadir sebuah harapan
dari sebuah format pendidikan baru, yang menawarkan konkrit cita-cita kurikulum
2013 yang mengharapkan manusia Indonesia yang berkarakter dan berbudaya, yaitu
Sekolah Islam Terpadu.
Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Bidang Pendidikan Musliar Kasim, dalam Dalam acara Milad ke 10 Jaringan Sekolah
Islam Terpadu (JSIT), mengatakan Metode pembelajaran di sekolah Islam Terpadu dinilai
sesuai kurikulum 2013 sebab selain menilai aspek akademik, sekolah Islam
terpadu juga menekankan pentingnya aspek sikap para siswa1. Sejalan dengan itu, memang konten
utama dalam konsep Sekolah Islam Terpadu adalah adanya pendidikan Islam yang
integral pada seluruh aspek mata pelajaran manapun, tidak hanya bertumpu pada
mata pelajaran agama dan moral, namun pengembangan sikap dan karakter disispkan
pada tiap mata pelajaran. Tujuan utama dari pendidikan Islam terpadu ini adalah
menjadikan siswa sebagai insan kamil, baik secara pengetahuan, keterampilan,
maupun karakter sebagai seorang muslim2.
Berawal
dari lima satuan sekolah dasar yang berdiri pada 1993. Kelima sekolah yang
menjadi cikal bakal model penyelengaraan SIT itu, yakni SDIT Nurul Fikri Depok, SDIT Al
Hikmah Jakarta Selatan, SDIT Iqro Bekasi, SDIT
Ummul Quro Bogor, dan SDIT Al Khayrot Jakarta Timur. Sejak saat
itu, sekolah Islam terpadu terus bermunculan dan berkembang. Hingga 2013,
jumlah sekolah yang berada dalam Jaringan
Sekolah Islam Terpadu (JSIT) Indonesia mencapai 1.926 unit sekolah. Yakni, terdiri atas 879 unit TK, 723
unit SD, 256 unit SMP, dan 68 unit SMA3.
Seorang peneliti dari Lee Kuan Yew School of Public Policy, Singapura,
mengungkapkan, SIT menolak dikotomi antara pendidikan agama dan sekuler.
Peneliti itu menambahkan, SIT berkembang di kota-kota besar dan diminati
kalangan menengah ke atas. Para penyelenggara SIT kebanyakan dari kalangan
Muslim terdidik yang memiliki tingkat kesadaran Islam yang tinggi. Keberadaan SIT,
baik penyebaran maupun pertumbuhannya di Indonesia, sangat dipengaruhi
keberadaan JSIT Indonesia.
Dan akhirnya semua pertanyaan dan rumus
yang coba disusun sebagai model pendidikan nasional, ternyata mampu disajikan
dalam satu konsep pendidikan integral, serta mampu menjawab kebutuhan bangsa
pada hari ini yang miskin karakter. Konsep Sekolah Islam Terpadu juga merupakan
jawaban bahwa pendidikan Islam merupakan metode paling tepat dalam menhasilkan
generasi-generasi unggul, kompetitif dan pemimpin di masa depan.
1 Kurikulum 2013 Dinilai Refleksi dari
Sekolah Islam Terpadu; Republika Online, 1 Februari 2014
2
Rochmat
Wahab. Konsep Sekolah Islam Terpadu. FIP Universitas Negeri Yogyakarta.
Repository UNY.
310 Tahun JSIT Indonesia Bangun Pendidikan Lewat SIT; Republika Online, 31 Januari 2014
Dibuat untuk mengikuti Lomba Menulis
Essay Musbar LSI Al-Maidan FKIP Universitas Riau
0 Coment:
Posting Komentar