Pages

Labels

Jumat, 24 Mei 2013

Nasionalisasi Migas: Menyejahterakan atau Menyengsarakan?


Imperialisme telah mengalami metamorfosa bentuk dan format gerakannya, imperialisme era baru telah muncul semenjak dimulainya revolusi industri. Perubahan format dari penguasaan wilayah dan militerisasi telah berubah menjadi pola penguasaan ekonomi, pasar, dan penanaman investasi. Pola-pola demikian dimanfaatkan oleh korporat-korporat pemodal besar dunia dengan menancapkan kekuatan finansialnya di wilayah dengan potensial pemasaran, eksploitasi sumber daya alam, dan sumber daya manusia.

Indonesia yang memiliki potensi kekayaan alam yang melimpah dan jumlah penduduk terbesar keempat  dunia ini, menjadi perhatian bagi para white collar korporat asing yang mengintai kerukan keuntungan dan pundi-pundi kekayaan alam Indonesia. Semenjak  Orde Baru, Indonesia membuka sebesar-besarnya pintu bagi para pemodal asing untuk berinvestasi pada sektor migas dan pertambangan. Indonesia negeri yang kaya akan sumber daya alamnya. Indonesia negeri yang kaya akan minyak bumi. Hasil buminya menghasilkan lebih dari 300 juta barrel minyak per harinya (bps, 2009), menjadikan Indonesia sebagai negara dengan cadangan minyak dan gas bumi terbesar di Asia Tenggara. Ada 9,4 milliar barel cadangan minyak plus 196 kaki kubik cadangan gas yang tertanam di bumi Indonesia pada tahun 2007.

Kekayaan alam yang bergitu berlimpah ini ternyata tidak sebanding dengan kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya. Padahal dengan kekayaan migas yang besar rakyat masih juga dihadapkan dengan dua opsi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dilemparkan oleh pemerintah, dengan alasan subsidi yang selama ini ditanggung negara tidak menyehatkan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN). Padahal dengan produksi minyak ribuan barel produksi minyak per hari, rakyat masih dihadapkan pada krisis bahan bakar.

Apa untungnya kita menasionalisasi aset? Ada ungkapan simpel untuk ini, bila anda adalah seorang kepala keluarga, apakah anda tega untuk melihat harta kekayaan anda dikeruk oleh orang lain semisal pembantu/pekerja anda? Sedangkan di satu sisi anak-istri anda menderita. Biarlah harta kekayaan yang anda miliki dikeruk dan diekploitasi oleh anak-istri anda sendiri, dari pada dirampok oleh pembantu anda.

Setiap keputusan yang diambil tentu memiliki keuntungan/kelebihan masing-masing. Dalam menasionalisasi aset migas, pertanyaan akan siapa pengelola ladang-ladang minyak ayang akan ditinggal oleh perusahaan asing tersebut. Tentulah putra-putri terbaik bangsa ini yang akan menggarap dan mengeksploitasi kekayaan alam bangsanya sendiri, terlepas dari asumsi keprofesionalan birokrasi dan tenaga kerja, kemampuan sumber daya manusia, dan kesiapan pemodal domestik untuk mengelola kekayaan alam Indonesia ini, nasionalisasi aset adalah sebuah kemestian untuk menghilangkan kebergantungan Indonesia terhadap negara lain, yang semakin berakibat mengucilkan marwah, harkat, dan martabat bangsa kita di mata dunia internasional.

 Selama ini keberlimpahan APBN sumbangsih migas dan pajak sebagai penyumbang terbesar APBN, ternyata tidak pula mampu dimanfaatkan dengan seoptimal mungkin, menyentuh seluruh stratifikasi terendah dalam kehidupan masyarakat, bahkan tindakan penyelewengan APBN yang dianggap sebagai ‘uang rakyat’ itu terus berlangsung hingga menimbulkan kesangsian, pentingkah APBN yang besar? Bila ternyata APBN hanya paling besar digunakan untuk menyuap belanja gaji pegawai negeri, lumbung korupsi, dan hanya sedikit digunakan untuk pembangunan fisik (infrastuktur, sarana, dan prasarana), dan pembangunan moril bangsa yang telah kehilangan figur sosok seorang “negarawan”.

Kebutuhan nasionalisasi aset menjadi urgen dilaksanakan, atas nama marwah bangsa untuk sumber daya alam yang tidak diperbaharui, atas nama bangsa untuk harga diri yang diinjak-injak, atas nama bangsa untuk seluruh penjilat dan antek-antek asing yang loyal dan melindungi keburukan-keburukan tingkah polah korporat-korporat asing di Indonesia. Kembalikan tanah rakyat Papua, kembalikan keasrian alam Kalimantan, kembalikan lumbung-lumbung migas yang dikuasai oleh asing, kembalikan Blok Siak dan seluruh lumbung-lumbung minyak Riau lainnya ke tangan masyarakat Riau sendiri.
 Penulis: Atqo Akmal, diterbitkan di Koran Tribun Pekanbaru, 12 Mei 2013

0 Coment:

Posting Komentar