Imperialisme telah mengalami metamorfosa
bentuk dan format gerakannya, imperialisme era baru telah muncul semenjak
dimulainya revolusi industri. Perubahan format dari penguasaan wilayah dan
militerisasi telah berubah menjadi pola penguasaan ekonomi, pasar, dan
penanaman investasi. Pola-pola demikian dimanfaatkan oleh korporat-korporat
pemodal besar dunia dengan menancapkan kekuatan finansialnya di wilayah dengan
potensial pemasaran, eksploitasi sumber daya alam, dan sumber daya manusia.
Indonesia yang memiliki potensi kekayaan alam yang
melimpah dan jumlah penduduk terbesar keempat
dunia ini, menjadi perhatian bagi para white collar korporat asing yang mengintai kerukan keuntungan dan
pundi-pundi kekayaan alam Indonesia. Semenjak
Orde Baru, Indonesia membuka sebesar-besarnya pintu bagi para pemodal
asing untuk berinvestasi pada sektor migas dan pertambangan. Indonesia negeri
yang kaya akan sumber daya alamnya. Indonesia negeri yang kaya akan minyak
bumi. Hasil buminya menghasilkan lebih dari 300 juta barrel minyak per harinya
(bps, 2009), menjadikan Indonesia
sebagai negara dengan cadangan minyak dan gas bumi terbesar di Asia Tenggara.
Ada 9,4 milliar barel cadangan minyak plus 196 kaki kubik cadangan gas yang
tertanam di bumi Indonesia pada tahun 2007.
Kekayaan alam yang bergitu berlimpah ini ternyata
tidak sebanding dengan kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya. Padahal dengan kekayaan
migas yang besar rakyat masih juga dihadapkan dengan dua opsi kenaikan harga
Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dilemparkan oleh pemerintah, dengan alasan
subsidi yang selama ini ditanggung negara tidak menyehatkan Anggaran Penerimaan
dan Belanja Negara (APBN). Padahal dengan produksi minyak ribuan barel produksi
minyak per hari, rakyat masih dihadapkan pada krisis bahan bakar.
Apa untungnya kita menasionalisasi
aset? Ada ungkapan simpel
untuk ini, bila anda adalah seorang kepala keluarga, apakah anda tega untuk
melihat harta kekayaan anda dikeruk oleh orang lain semisal pembantu/pekerja
anda? Sedangkan di satu sisi anak-istri anda menderita. Biarlah harta kekayaan
yang anda miliki dikeruk dan diekploitasi oleh anak-istri anda sendiri, dari
pada dirampok oleh pembantu anda.
Setiap keputusan yang diambil tentu memiliki
keuntungan/kelebihan masing-masing. Dalam menasionalisasi aset migas,
pertanyaan akan siapa pengelola ladang-ladang minyak ayang akan ditinggal oleh
perusahaan asing tersebut. Tentulah putra-putri terbaik bangsa ini yang akan
menggarap dan mengeksploitasi kekayaan alam bangsanya sendiri, terlepas dari
asumsi keprofesionalan birokrasi dan tenaga kerja, kemampuan sumber daya
manusia, dan kesiapan pemodal domestik untuk mengelola kekayaan alam Indonesia
ini, nasionalisasi aset adalah sebuah kemestian untuk menghilangkan
kebergantungan Indonesia terhadap negara lain, yang semakin berakibat
mengucilkan marwah, harkat, dan martabat bangsa kita di mata dunia
internasional.
Selama ini
keberlimpahan APBN sumbangsih migas dan pajak sebagai penyumbang terbesar APBN,
ternyata tidak pula mampu dimanfaatkan dengan seoptimal mungkin, menyentuh
seluruh stratifikasi terendah dalam kehidupan masyarakat, bahkan tindakan
penyelewengan APBN yang dianggap sebagai ‘uang rakyat’ itu terus berlangsung
hingga menimbulkan kesangsian, pentingkah APBN yang besar? Bila ternyata APBN
hanya paling besar digunakan untuk menyuap belanja gaji pegawai negeri, lumbung
korupsi, dan hanya sedikit digunakan untuk pembangunan fisik (infrastuktur,
sarana, dan prasarana), dan pembangunan moril bangsa yang telah kehilangan
figur sosok seorang “negarawan”.
Kebutuhan nasionalisasi aset menjadi urgen
dilaksanakan, atas nama marwah bangsa untuk sumber daya alam yang tidak
diperbaharui, atas nama bangsa untuk harga diri yang diinjak-injak, atas nama
bangsa untuk seluruh penjilat dan antek-antek asing yang loyal dan melindungi
keburukan-keburukan tingkah polah korporat-korporat asing di Indonesia.
Kembalikan tanah rakyat Papua, kembalikan keasrian alam Kalimantan, kembalikan
lumbung-lumbung migas yang dikuasai oleh asing, kembalikan Blok Siak dan
seluruh lumbung-lumbung minyak Riau lainnya ke tangan masyarakat Riau sendiri.
Penulis: Atqo Akmal, diterbitkan di Koran Tribun Pekanbaru, 12 Mei 2013
0 Coment:
Posting Komentar